Subscribe

RSS Feed (xml)

Powered By

Skin Design:
Free Blogger Skins

Powered by Blogger

Minggu, 21 September 2008

Cerpen : Salah Jurusan
Oleh : Indri Atmi

Hawa panas menyerubut masuk ke dalam bis yang hampir sarat dengan penumpang. Aku mengipas-ngipaskan majalah ke wajahku yang berkeringat dan mengkilap. Sesekali kuusap peluh di kening dengan tissue tangan yang tinggal beberapa lembar lagi. Terminal ini masih saja sibuk dengan segala aktifitasnya. Para pedagang keliling mulai berebut masuk ke dalam bis untuk menjajakan barang dagangannya. Ada yang jualan permen, rokok, es lilin, es dawet, lontong bakwan, gorengan, dan getuk goreng. Makanan khas Banyumas. Di terminal manapun rupanya berjualan di bis sudah merupakan hal yang biasa. Tergantung dari si awak bisnya membolehkan masuk atau tidak. Beruntung aku duduk di dekat jendela. Sehingga aku tak mempedulikan para pedagang yang menawarkan barang dagangannya padaku.

Perlahan kubuka kaca jendela sehingga semilir angin menyapu wajahku. Terik sinar matahari mulai memanas. Seolah sedang memanggang seluruh isi di terminal ini. Tampaknya orang – orang di sini tak mempedulikanya. Hanya aku saja yang rewel sendiri. Takut panaslah, takut hitamlah, gerahlah, baulah dan sebagainya. Tapi mau bagaimana lagi uang sudah habis. Kiriman dari ibu belum juga datang padahal uang semesteran paling lambat harus di bayar minggu depan. Belum lagi bayar tempat kos, uang makan sebulan, transport dan keperluan lain. Mau naik bis yang ber-ac saja tak cukup uangku. Jadi terpaksa naik bis ekonomi, berjubelan lagi. Untung saja aku mendapatkan tempat duduk.

Dari jedela kulihat seorang kakek yang sedang kebingungan mencari bis tujuannya. Di punggungnya yang membungkuk melekat tas ransel yang sudah lusuh. Kedua tangannya menjinjing dua dus bekas mie instant. Kakek itu celingukan kesana kemari, sepertinya ia buta huruf sehingga tak bisa langsung menemukan bis jurusannya.

”Banjar...Banjar…Banjarwaru…ayo…siap berangkat.” Kakek itu berjalan mendekati kondektur bis yang berteriak cempreng itu.

”Banjar, kek? Kakek mau kemana? Banjar?” kata kernek itu.

Dengan mulut yang masih terbuka dan nafas yang tersengal-sengal karena kelelahan membawa beban yang dibawanya, kakek itu hanya mengangguk pelan. Sebenarnya ada yang ingin dikatakan kakek itu tapi belum sempat kakek ia bicara, dengan sigap tangan sang kondektur tadi langsung mengambil dua dus jinjingan dari tangan kakek lalu masuk ke dalam bis yang aku tumpangi. Kakek itu pun menurut dan mengikuti sang kondektur lalu duduk di bangku sampingku yang kebetulan kosong.

Bau keringat tak sedap menyeruak menusuk hidungku. Aku membuang muka keluar jendela. Sesekali kupencet-pencet hidungku agar bisa mengusir bau itu barang sejenak. Bagaimana aku bisa tahan dengan bau ini sampai ke kota Banjarwaru yang kalau di tempuh perjalanan bis ini memakan waktu kurang lebih satu setengah jam?. Bisa mati aku. Aku terus menggerutu sendiri dengan keadaan ini. Tapi kasian, aku jadi tak enak sama kakek itu. Hati kecilku merasa iba padanya. Seharusnya aku menghormatinya. Jadi kutahan –tahan saja agar tidak menyinggung perasaannya. Aku masih saja menatap jalanan dari jendela bis. Angin kencang menyibak jilbaku yang baru-baru ini kukenakan. Yah..aku sudah berniat akan memakai jilbab ini sampai kapanpun. Dan ini kepulanganku yang pertama kali memakai jilbab dan akan aku perlihatkan pada Ibuku dan juga Kakakku satu-satunya. Pastilah mereka akan senang karena aku yang dikenal anak nakal dan tomboy bisa juga berubah jadi kalem dan feminim. Itu yang mereka harapkan.

Kakek itu sepertinya kelelahan lalu bersandar dengan malas, sesekali wajahnya melirikku. Sesekali aku menoleh pada kakek yang metatapku. Aku jadi tak enak hati. Aku hanya bisa tersenyum. Kakek itu tersenyum juga.

”Kakek mau kemana?” Tanyaku membuka percakapan. Setelah sering tersenyum.

”Kakek mau nengok cucu kakek ” jawabnya degan suara yang pelan dan bergetar karena sudah tua.

”Oh…kok sendirian?” tanyaku lagi.

”Ya, istri saya tak bisa ikut karena mabuk perjalanan. Lha wong naik angkot cuma 10 menit saja sudah muntah –muntah apalagi ini yang hampir satu jam lebih. Jadi kakek pergi sendirian terus. Kadang anak kakek yang datang ke rumah. Tapi anak kakek yang nomor tiga ini kayaknya sibuk terus jadi terpaksa kakek yang ke sana. Perbincangan dengan kakek itu terhenti karena sang kondektur menarik bayaran dari para penumpangnya.

Di persimpagan lampu merah bis pun berhenti. Masuk dua orang penumpang. Yang satunya penumpang, satunya lagi seorang bocah pengamen jalanan. Seperti biasa sebelum menghibur penumpang bocah itu mengucapkan salam pada para penumpang, sopir dan kondektur serta mendoakan penumpang semoga selamat sampai tujuan. Lalu dengan suara agak serak ia pun menyanyikan lagu:

Sebelum kau bosan

Sebelum aku menjemukan

Tolonglah kau ucapkan

Tolonglah engkau ceritakan

Semua yang indah

Semua yang cantik, berjanjilah…

Lalu bocah itu berganti lagu yang lain.

Panasnya matahari dan teriknya musim kering

Aku bernyanyi disini

Putuskan urat malu

Bernyanyi tanpa ragu

Wajah-wajah menatapku jemu…

Aku terus memperhatikan bocah pengamen itu, sambil mencari-cari uang receh yang nyelip di saku-saku tasku. Alhamdulillah ada. Lumayan. Bocah itu masih saja bernyanyi entah berapa lagu.

Di perempatan lampu merah bis berhenti lagi. Segera saja para pedagang asongan berebut masuk. Berjubelan dengan penumpang yang penuh sesak. Suara-suara kasar saling bertaburan di dalam bis sehingga suasana riuh seperti pasar. Bis pun berjalan lagi. Para pedagang mulai turun satu persatu. Setelah agak sepi bocah pengamen itu berbasa-basi lagi dan mendendangkan lagu yang entah yang keberapa kali.

Kalau diperhatikan baik-baik sebenarnya anak laki-laki itu cukup rapi. Umurnya kira-kira 8 tahun. Anak seumuran dia seharusnya siang ini sedang duduk manis mendengarkan gurunya mengajar. Tapi sungguh malang nasibnya. Aku masih beruntung masih bisa sekolah sampai perguruan tinggi. Padahal orang tuaku hanyalah petani bawang yang miskin. Tapi karena ada dorongan dari ibuku dan juga kakakku aku bisa tetap sekolah dengan biaya dari hasil bertani dan juga dari kakakku yang bekerja membuat batu bata.

Ayahku meninggal sejak aku masih dalam kandungan. Aku tak pernah melihat wajah ayahku secara langsung. Hanya lewat selembar foto hitam putih yang tertempel pada surat nikah dan juga pada KTP yang sampai saat ini masih disimpan ibuku dengan rapi.

Aku pun menyewa kamar di tempat yang sederhana dan hemat biaya. Teman-temanku baik semua. Perhatian dan yang paling utama sifat kekeluargaanya yang sangat erat. Namun yang membuatku terharu ternyata teman-temanku satu rumah banyak juga yang kuliah sambil bekerja. Mereka bisa mengatur waktu sehingga prestasi akademisnya tetap mengagumkan dan juga pinter-pinter. Aku jadi ketularan. Apalagi mereka juga aktif disetiap kegiatan kampus. Ada yang aktif di masjid kampus. Aku bersyukur mendapat hidayah berkat bimbingan mereka juga. Pokoknya mereka akan selalu ada disisiku. Baik senang maupun susah.

“Mbak, Bawang sudah lewat apa belum?” Kakek di sebelahku membuyarkan lamunanku. ”Eh…maaf tadi kakek nanya apa?” Aku yang tergagap balik bertanya.

”Aduh si Mbak ini malah bengong saja.” Kakek itu tersenyum melihatku.

“Kakek nanya Bawang sudah lewat apa belum?” Kakek itu mengulang pertanyaanya .

”Oh…Bawang tidak lewat sini, kek. Kakek mau kemana?” pertanyaanku terhenti karena bocah pengamen tadi menyodorkan bekas kantong permen padaku. Aku memasukan beberapa uang receh seratusan yang aku genggam sejak tadi. Kakek tadi mengangkat lima jari tangannya sambil berucap maaf pada bocah pengamen itu. Dengan senyuman dan anggukan bocah pengamen itu balik mengucapkan terima kasih. Aku membalas senyuman itu dan sekarang konsentrasi dengan kakek disebelahku.

”Kakek mau kerumah cucu kakek yang ada di Bawang. Rumahnya di belakang Rumah Sakit Islam Bawang, mbak.”

”Wah kakek salah naik bis. Kakek seharusnya naik bis jurusan Banjarnegara bukan ke Banjarwaru atau Banjartasik.” jelasku pada kakek. Kakek pun kelihatan bingung. Ia lalu memanggil sang kondektur dan meminta uangnya kembali karena kakek kehabisan ongkos. Tentu saja sang kondektur bersikeras tak akan mau mengembalikanya.

Nggak bisa begitu kek, bis ini sudah berjalan agak jauh masa’ mau naik bis gratis. Mana ada bis yang begitu.” Kata sang kondektur dengan ketusnya.

”Iya... tapi tadi kamu bilang Banjar, aku juga mau bilang Banjarnegara tapi kamu malahan langsung menyerubut tas jinjinganku. Makanya aku mengikutimu aku kira benar bis ini mau melewati Bawang.” Kata sang kakek dengan wajah memelas.

“Apa, kakek bilang? Tadi kan aku bilang Banjarwaru bukan Banjarnegara. Kakek aja yang nggak denger. Saya aja bicara dengan suara keras kok. Semua orang di terminal pun dengar suara saya. Dasar budeg, tuli!” Kata kondektur tak mau kalah. Segala sumpah serapah dilontarkan semua. Tak ada yang menengahi. Para penumpang banyak diam, takut berurusan dengan kondektur yang bertampang sangar, rambut gondrong lengan penuh tato,baju kaos hitam dan celana jins yang berjuntai. Mereka hanya menyaksikan saja.

Kakek itu kebingungan. Tangannya yang keriput mengusap-usap rambutnya yang beruban. Raut sedih dan kecewa tergambar jelas di wajahnya. Tangannya gemetar karena tua. Duh…kok jadi begini seandainya saja aku masih ada sisa uang pasti sudah aku kasihkan pada kakek itu. Tapi apa dayaku hari ini saja aku naik bis kelas ekonomi. Sisa uangku cuma bisa untuk ongkos naik ojek dari jalan raya sampai depan rumah yang jaraknya lumayan jauh. Kalau aku jalan kaki sih bisa tapi bisa berjam-jam sampai rumah dan hampir malam pula sampai rumahku. Dulu rumahku tak sejauh ini. Malahan dekat dengan pusat perbelanjaan juga dekat dengan jalan raya. Sekarang untuk bisa bertahan hidup keluargaku harus pindah rumah yaitu ke rumah Nenek. Apalagi aku cewek kalau jalan sendirian sangat berbahaya. Aku urungkan niatku untuk memberikan sisa ongkosku pada kakek tadi. Aku hanya bisa diam melihat keributan itu. Tiba-tiba seseorang menyodorkan uang recehan dan beberapa lembar uang ribuan pada kakek.

”Ini kek, buat ongkos kakek di jalan.” Kata bocah pengamen tadi. Rupanya sedari tadi bocah cilik itu memperhatikan keributan itu.

”Wah, tak usah cah bagus. Itu rejekimu.” Tolak si kakek.

”Tapi ini buat ongkos kakek. Nanti kakek tidak bisa pulang.” Bocah pengamen itu masih saja terus memaksa dan akhirnya kakek mau menerimanya juga. Sebagai imbalannya sang kakek memberinya beberapa buah jeruk pada bocah cilik itu. Dengan wajah sumringah bocah pengamen itu menerima buah jeruk itu.

”Terimakasih ya cah bagus, kakek doakan semoga hari ini kamu dapat rejeki yang banyak.” Kata kakek itu sambil mengelus-ngelus kepala bocah pengamen itu. Lembut. Berat rasanya sang kakek meninggalkan bocah itu. Kakek itu pun berkali-kali mengucapkan terima kasih lalu ia bergegas turun dari bis. Bocah pengamen itu lalu duduk di sebelahku dan mulai mengupas jeruknya. Karena merasa diperhatikan olehku bocah pengamen itu menawarkan buah jeruk itu padaku. Aku tersenyum dan menggeleng berkali-kali.

”Siapa namamu, dik?” dengan mulut penuh jeruk ia menjawab ”Rahman”. Aku pun membuang muka keluar jendela. Butiran kristal mulai jatuh di pelupuk mataku. Terharu. Segera aku usap dengan tisu. Aku malu di lihat oleh bocah pengamen di sebelahku. Biarpun ia miskin tapi ia kaya hati.

Senja temaran mulai turun di ufuk barat. Menyinari keindahan kota Tasik. Tak lama kemudian Sang kondektur pun berteriak “Simpang Tasik – Simpang Tasik.” Aku pun segera turun.

”Permisi ya, dik. Mbak mau turun di sini. Hati-hati ya, semoga saja hari ini kamu dapat uang yang banyak.” Kataku menirukan pesan kakek tadi. Bocah pengamen itu pun tersenyum dan mengangguk berkali-kali. Kulihat dari luar jendela bocah pengamen itu melambaikan tangan padaku hingga bis itu semakin menjauh tertelan dengan keramaian kota Tasik.

***

Bawang = Nama sebuah daerah di Jawa Tengah

Cak bagus = Panggilan untuk anak yang baik




Cerpen : Sahabat Maya
Oleh : Prita Yanti

Ku hirup dalam-dalam udara segar pagi ini, setelah melewati sela-sela rongga paru kuhembuskan pelan-pelan. Lega terasa kaki melangkah ke sekolah hari ini, terasa tidak ada beban yang membuat otak ini berfikir keras, ringan sekali, tak ada lagi rumus-rumus kimia melayang di dalam memori otak, tak ada juga gambaran fisiologi dan kerangka manusia di sana. Hari itu hanya ada rasa gembira dan lega, banyak kata–kata canda menghiasai sudut-sudut sekolah, di perpustakaan, di dalam kelas, tama dan kantin. Tidak cuma aku yang merasakan lega dan gembira, namun mungkin semua temen-teman sekolah juga merasakannya, karena minggu ini merupakan hari pertama masuk sekolah setelah ujian semester 5 usai hari sabtu pekan lalu, walau ada sedikit was-was menunggu hasil ujian keluar, namun di benak mereka suasana hari ini tak seperti seminggu yang lalu, penuh keseriusan dan tegang.

Untuk mengisi waktu luang dalam masa menunggu pembagian raport tiba, OSIS SMAN 1 Surabaya mengadakan acara class meeting, yang tentunya sudah dipersiapkan jauh-jauh hari. Kegiatan tersebut berbentuk kompetisi antar kelas dalam bidang olah raga dan seni. Seluruh kelas diwajibkan ikut, selain bidang olah raga juga ada perlombaan karya kerajian dan menyajian makanan, saat itu yang menjadi pilihan adalah menghias tumpeng. Karena beban denda yang cukup berat jika tidak mengikuti, maka seluruh kelas berusaha mempersiapkan diri untuk mengikutinya, ada yang menyiapkan fisik, keterampilan, konsumsi dan banyak lagi, walaupun banyak kesibukan namun teman-teman tetap ceria dengan kebersamaan mereka.

“ Hah…… “ Hana melepas nafas panjang.

“ Ternyata capek juga ya menghias tumpeng ini” cetus Hana sambil menaruh hasil karya kelas kami setelah penilaian usai.

“ Ya gitu deh …” sahut teman – teman yang sejak tadi mengikuti Hana dari ruang penilaian ke kelas kami.

“ Yuk, mulai dibagi aja tumpengnya, aku sudah gak sabar nih mau menghabiskan masakan kalian “ kata Anto, anak tergendut di kelas kami.

“ Sabar kenapa, ini juga lagi di bagi “ jawab teman-teman cewek.

“ Eh, sebentar kita foto – foto dulu, buat dokumentasi karya kita “ sela salah satu teman kami.

“ Oke “ jawab semua serentak.

Tawa dan canda menghiasi ruangan kelas kami ditambah keberadaan wali kelas kami yang bersedia bergabung. Saat itu kelihatan akrab sekali dan kebersaman antara kita sangat terasa, bahagia bisa bersama dengan mereka.

Kebetulan aku makan satu piring dengan Hana, dia adalah teman sebangkuku di sekolah selama setengah tahun bersama Hana, banyak kecocokan antara kami. Banyak permasalahan kami pecahkan berdua.

“ Lin, aku teringat sesuatu yang belum pernah kuceritakan padamu, setelah melihat keceriaan teman-taman hari ini ” kata Hana sambil mengamati temen – teman satu kelas di sekitar kami .

” Apaan tuh, kayaknya ada yang spesial nih dikelas kita, ciee... ” candaku menggoda Hana.

” Kamu tuh pikirannya langsung nyambung ke hal-hal itu, kayak sinyal hp aja” jawab Hana .

” Dengerin dulu, baru komentar ”.

” Iye .. Iye . . lanjut ”.

Dengan pandangan kosong hana mulai bercerita,

” Beberapa hari ini aku menemukan seperti surat di dalam laci mejaku ”.

” Tuuh kan bener dugaanku, surat apaan tuh ?”.

” Belum selesai nih ceritanya, nyambung terus sinyalnya, ya udah kamu aja yang bicara ” kata Hana sambil merapatkan kedua bibirnya.

” Nggak ..nggak, jangan marah aku kan sukanya nerocos kalo ngomong ”.

” Memanglah ” sahut Hana.

”Saat itu pagi-pagi benar aku berangkat sekolah, karena hari itu giliran jadwal piketku, sebelum menjalankan tugas aku membersihkan bangku kita, di dalam laci itulah kutemukan kertas yang dilipat unik sekali, kalo dicoba kayaknya aku gak bisa niru deh, ketika itulah pertama kali aku menemukannya, jadi penasaran lalu kubuka aja kertas itu lipatan demi lipatan, kata demi kata tak luput dari mataku ternyata kertas itu memang ditujukan buat aku ”.

” Trus isinya tentang apa? ” tanyaku penasaran.

“ Nggak ada yang istimewa sebenarnya, hanya nanyain gimana kabar juga memperkenalkan tentang dirinya dan menawarkan persahabatan ”.

“ Wah asyik dong punya sahabat baru, emang siapa yang nulis surat itu? ”.

“ Dia nggak menuliskan identitasnya dengan jelas, kayaknya dia tahu persis tentang keadaanku, fikiranku dan juga kelas kita “.

“ Aneh , trus dia ngomong apa lagi?”.

“ Cuma itu aja ”.

“ Kalo cuman itu aja, gak ada masalah kan , mungkin cuma anak -anak yang iseng aja ”.

“ Nggak Lin, tidak hanya kayak gitu “.

” Katanya cuma gitu ”.

” Maksudku nggak cuma sekali dia ngasihkan tulisannya padaku, dia menawarkan persahabatan dengan syarat hanya dengan lewat tulisan saja dan jika aku menerima tawaran persahaban itu maka dia minta balasan berupa tulisan juga ”.

” Trus kamu balas ?” tanyaku menyelidik.

” Karena aku penasaran, aku balas tulisannya, lagian menurutku niatnya gak buruk kok, mungkin dia cuma pingin punya temen bicara saja ”

” Ooo gitu, trus gimana cara kamu ngasih suratnya? Kamu bilang nggak tahu orangnya ”.

” Dia bilang, cukup taruh di bangkuku aja nanti dia akan mengambil sendiri ”.

” Jadi, setelah naruh kertas itu kamu bisa melacak siapa yang bakalan ngambil kertas itu ”.

” Sudah ku coba tapi nggak menemukan orangnya dan besok paginya aku sudah mendapatkan balasan lagi ”.

”Aneh, ” kataku sambil mengerutkan kening

” Menurutku aneh juga, coba bayangkan, kertas yang kutemukan berada di tempat yang sama, lipatannya khas dan rumit, warna kertasnya selalu berwarna biru langit dan kata-katanya menggambarkan bahwa anaknya itu cerewet, periang, bersemangat dan suka bercanda, persis seperti kamu Lin ”.

” Wah, jangan-jangan kamu mencurigai aku nih” selaku di tengah cerita Hana .

” Memang, awalnya aku mengira anak itu adalah kamu, karena karakter yang digambarkan di tulisannya persis seperti kamu dan dia menuliskan identitasnya dengan kata ’Nisa’, kamu tahukan apa arti kata itu ? ”.

” Perempuan ” kataku .

” Ya betul, aku minta maaf sebelumnya telah curiga padamu Lin dan masalah ini sebenarnya sudah berlangsung satu bulan yang lalu, itu salah satu alasannya kenapa aku tidak cerita padamu “.

” Lalu baru kemarin aku yakin bahwa bukan kamu anaknya ”.

” Yakin banget kalo itu bukan aku, gimana kamu tahu ? ”.

” Linda, Hana, yuk kita foto-foto lagi habis itu kita beresin semuanya, sudah selesaikan makannya? ” sela Indah, ketua kelompok lomba kami menghentikan pembicaraan kami.

Kami berdua mengangguk

” Udah ntar diterusin lagi ya ceritanya ” kata Hana .

” Oke, nggak masalah” jawabku tetap ceria walau banyak yang ingin aku tahu dari cerita Hana.

Lalu kami bergegas bergabung dengan anak-anak, membantu membereskan semuanya.

@@@

Malam semakin larut, mata ini masih terasa sulit untuk dipejamkan. Memang malam-malam sebelumnya aku sibuk dengan buku-buku di meja belajar dan sering tidur larut, mungkin itu yang mempengaruhi pola tidurku malam ini, tapi tidak cuma itu aku masih penasaran dengan sahabat baru Hana.

” Kira-kira siapa ya ” pikiranku melayang ke cerita Hana tadi.

“ Atau dia cuma ngarang cerita aja ya “ gumamku dalam hati.

“ Nggak, Hana nggak pernah bohong padaku, jangan-jangan teman Hana itu hantu. Hii... bulu kudukku jadi merinding nih ”.

Cepat-cepat ku ambil selimut dan kututupkan ke seluruh tubuh. Tubuhku semakin merinding, angin malam berhembus pelan di sela-sela jendela kamar tepat di atas kepalaku, menambah rasa ngeri dalam hati, di dalam selimut rapat aku berusaha memejamkan mata.

@@@

Suasana di sekolah sama seperti kemarin, teman–teman masih sibuk dengan kegiatan class meeting. Sesampai di sekolah aku langsung menemui Hana, dengan langkah sedikit berlari aku bergegas ke kelas, tapi suasana kelas begitu sepi.

“ Kemana anak-anak ya ? ” tanyaku dalam hati.

” Oo ya.. hari ini kan pertandingan bola basket kelas ku ”.

Tanpa pikir panjang aku berlari ke lapangan basket , ternyata benar ramai sekali di sana, tapi aku tidak melihat Hana.

” Din , kamu lihat Hana nggak ? ” tanyaku pada Dina.

” Nggak, emang nggak sama kamu ” jawabnya.

” Thanks ya ” kutepuk punggung Dina sambil melompat menuju tempat Hana duduk saat ku lihat dia ada di bangku bagian atas.

” Assalamu’alaikum .... ” ku kagetkan Hana dari belakang.

” Wa’alaikum salam ....” jawabnya cepat.

” Ih kamu Lin, sukanya ngagetin orang aja ” tambahnya.

” Aduh, makin ceria aja yang punya sahabat baru ” candaku memulai perbincangan.

” Kamu bisa-bisa aja ngarang cerita ” sangkalnya.

” Han, gimana lanjutan ceritamu kemarin, masih bisa diterusin kan?”

” Iya, tapi di sini berisik sekali, kita pindah aja ”.

” Oke bosss..kemana ? ”.

” Di taman aja yuk ”.

” Ayo,siapa takut ..”.

Udara di taman terasa segar, semilir angin pagi mengajak dedaunan menari mengikuti dendang alunan alam. Aroma embun pagi masih tercium tajam di sekitar tanaman bunga. Kami duduk di bangku di dekat bunga sakura.

” Gimana, masih komunikasi dengan sahabat baru kamu ? ”

” Masih, tadi aku juga menemukan kertas itu di laci mejaku ,”

” Haah...masa sih, surat itu tidak rahasia kan?, boleh aku melihatnya ”.

” Gimana ya...? ” jawab Hana sambil menggantungkan kalimatnya.

Kelihatannya dia keberatan untuk menunjukkan padaku.

“ Tapi nggak pa pa deh, toh kamu sudah tahu ceritanya dan aku sudah yakin bukan kamu orangnya karena beberapa kali dia nanyain tentang kamu dan persahaban kita “.

Akhirnya Hana mengeluarkan lipatan kertas lumayan kecil dari tas mungilnya.

“ Seperti inilah dia melipat suratnya” Hana menunjukkan kartas warna biru dengan lipatan yang mengunci lipatan sebelumnya dan dia mulai membuka lipatan demi lipatan itu, rumit juga kelihatannya.

“ Wuih.. bagus kertasnya Han, kalo dilihat pantesnya ini anak putri yang nulis “ komentarku sambil mengamati kertas tersebut.

Sebenarnya tidak banyak tulisan tertera di kertas itu, aku mulai membaca kata demi kata.

Bismillah……………

Salam kangen,

Sahabatku di bangku tercinta …..

Gimana kabarnya hari ini? …( Alhamdulillah…..)

Kayaknya makin ceria nih…(pasti dong kan udah selesai ujiannya, jadi tidak serius terus ..)

Eh, ngomong–ngomong gimana komentar tentang ujian kemarin?( Ah, kayaknya mudah ya bagi anak pandai seperti kamu ..he..he)

Kemarin tulisanku belum dibalas ya?( nggak apa-apa kemarin kan masih sibuk ujia , iya kan? …)

Tapi jangan sampe’ didiemin saudaranya lebih dari tiga hari, kan gak boleh kata Rusulullah( iya..Hana nggak marah kan ma Nisa’?)

Temen terbaik itu,

Seperti komputer

ENTER ke dalam hidupmu

SAVE di dalam hatimu

FORMAT masalah-masalahmu

dan jangan DELETE diriku

dari MEMORI-mu

”Hujamkan dalam sanubari untuk mengenal diri sendiri dalam rangka mengenal pribadi Yang Lebih Agung”

Salam perjuangan,

Nisa’

Bismillah……………

Salam kangen,

Sahabatku di bangku tercinta …..

Gimana kabarnya hari ini? …( Alhamdulillah…..)

Kayaknya makin ceria nih…(pasti dong kan udah selesai ujiannya, jadi tidak serius terus ..)

Eh, ngomong–ngomong gimana komentar tentang ujian kemarin?( Ah, kayaknya mudah ya bagi anak pandai seperti kamu ..he..he)

Kemarin tulisanku belum dibalas ya?( nggak apa-apa kemarin kan masih sibuk ujia , iya kan? …)

Tapi jangan sampe’ didiemin saudaranya lebih dari tiga hari, kan gak boleh kata Rusulullah( iya..Hana nggak marah kan ma Nisa’?)

Temen terbaik itu,

Seperti komputer

ENTER ke dalam hidupmu

SAVE di dalam hatimu

FORMAT masalah-masalahmu

dan jangan DELETE diriku

dari MEMORI-mu

”Hujamkan dalam sanubari untuk mengenal diri sendiri dalam rangka mengenal pribadi Yang Lebih Agung”

Salam perjuangan,

Nisa’


Ku ambil nafas panjang dan kukeluarkan pelan-pelan, kucoba melipat lagi kertas tersebut, tapi tidak bisa kembali seperti semula, Hana masih memperhatikanku.

“ Gamana menurut kamu ? “ tanya Hana.

“ Minta pendapat yang mana ? “ balasku.

“ Ini serius kok masih bercanda terus, ya tentang semuanya “.

“ Ooo.. gitu, menurut aku sahabatmu itu orang baik dan kata-katanya perlu dicontoh, kayaknya asyik juga punya temen ngobrol seperti dia, tapi kira-kira siapa ya ?“.

“Tuh kan, penasaran sama yang nulis, tapi bukan kamu kan?”.

”Katanya gak curiga lagi, kok masih nanya” sangkalku.

”Kamu tahu kan aku gak sepandai itu orangnya, apalagi beri nasehat, he..he..”tambahku .

”Iya aku percaya, beberapa kali kami berkomunikasi tapi menurutku tidak adil, dia tahu diriku dan tentang aku sedangkan aku tidak tahu siapa dia sebenarnya, salah nggak aku beranggapan kayak gitu ”.

”Nggak salah, sebenarnya kamu punya hak tahu tentang dia, lah wong dia yang menawarkan persahabatan dulu tapi kamu pernah minta ketemuan dengan orang itu?”.

”Sudah, tapi dia gak mau. Dia bilang lebih baik aku tidak tahu, takutnya jika aku tahu ia mengira aku nggak mau sahabatan lagi sama dia”.

”Kalo menurut dia itu lebih baik, nggak apa-apa berjalan apa adanya toh tidak akan merugikan kamu ataupun dia kan?”.

”Iya sih, tapi aku penasaran sama orang itu, kamu mau membantuku kan? paling nggak aku tahu aja orangnya”.

”Siap bosss,apa tugas saya hari ini.....” jawabku sambil mengangkat tangan mengambil sikap hormat.

”Hi..ih.. gemes aku, masih saja bisa bercanda ” kata Hana.

“Mencairkan suasana gitu, o ya selain dia mengaku perempuan apalagi yang menunjukkan ciri-cirinya, biar nanti mempermudah tugasku”.

” Dia mengaku bahwa ia teman sekelas kita ”.

”Hah, yang bener ?”.

“Ngomongnya gitu“.

“Aduh, siapa ya yang berkarakter kayak gitu“.

“Kalo dia temen kelas kita berarti............. ?” kukerutkan kening sambil memandang langit di atas sana.

”Ya.. berarti bisa kita lacak dari tulisannya dong. Dari tulisan surat itu bisa kita bandingkan dengan teman-teman satu kelas, walau tulisan itu bisa di buat-buat tapi khas dari tulisan itu bisa dilihat , gimana ide ku Han?”.

”Wah bagus juga ide kamu, trus gimana kita bisa lihat tulisan teman-teman?”.

“Itu masalah gampang, kebetulan aku yang bertugas mengumpulkan tugas anak-anak sebelum dikasih ke guru dan membagikan lagi ke anak-anak“.

“Akhir-akhir ini kan udah gak ada tugas lagi Lin”.

“Biasanya kertas lembaran ujian itu dibagikan lagi kan? saat itulah yang tepat kita beraksi gimana?“.

“Boleh “ jawab Hana singkat.

“Kalo cara itu tidak berhasil, kita perlu alternatif lain untuk mencari tahu tentang dia“.

“Pokoknya kita jalankan aja rencana kita kali ini, trus untuk alternatif lain mungkin aku juga bisa bantu. Gini rumahku kan dekat dengan sekolah, gimana kalo pagi aku akan berusaha berangkat lebih awal untuk mengamati bangku kamu dan teman-teman yang berangkat duluan, bisa juga waktu pulang sekolah mungkin aku bisa pulang belakangan.“

Hana memelukku seketika.

“ Makasih banyak Lin, kamu memang salah satu sahabat terbaikku“.

Raja siang makin menampakkan sinarnya dan semakin terasa menyengat di kulit, pohon –pohon bunga sudah tak mampu lagi melindungi kami dari sengatannya, kami pun meninggalkan tempat tersebut menuju ke kantin sekolah .

@@@

“Lin, kamu di panggil Bu Ana tuh ke ruangan guru” Kata Andi dari balik pintu kelas.

“Hah..Ada pa ya?“.

“Ya mana gue tahu” jawab Andi.

“Udah sana, dikasih hadiah kali” tambah Hana.

“Ya deh”.

Aku bergegas ke ruang guru,di jalan aku berfikir semoga Bu Ana ngasihkan hasil nilai ujuan Bahasa Indonesia kemarin.

Kuketuk pintu ruang guru pelan-pelan.

“Ya masuk “, salah satu guru mempersilahkan aku masuk .

Lalu aku langsung ke meja dimana Bu Ana duduk.

“Permisi Bu, Ibu memanggil saya?”tanyaku .

“Ya, silahkan duduk“.

“Lin kamu banyak masalah ya akhir-akhir ini?”.

“Tidak bu, ada apa? nilai Bahasa Indonesia saya jelek ya bu? “

“Tidak juga, aku lihat minggu ini kamu sering menyendiri dengan Hana, ibu kira ada masalah dengan anak-anak satu kelas”.

“Kami nggak ada apa-apa dengan anak-anak kok bu”.

“Ya sudah syukurlah kalau begitu, ini hasil ujian kelas kamu tolong bagikan ke teman-temanmu ya, pesanku baik-baik dengan teman-teman sebentar lagi kalian mau kelulusan“.

“Ya bu terima kasih banyak”.

“Saya permisi dulu bu”.

“Ya silahkan“.

Aku keluar dari ruang guru, tapi tidak langsung ke kelas untuk membagikan hasil ujian itu , pikiranku tertuju pada ruang perpustakaan. Kalau aku ke kelas pasti dikerubuti anak–anak, aku nggak bisa menjalankan misiku dengan Hana, aku menuju ke petugas penjaga

Aku kembali ke kelas, dan langsung menemui Hana,temen-temen ada yang nanyakan masalah di panggil Bu Ana tadi , tapi tak jawab gak ada apa apa.

“Han,mana surat sahabatmu kemarin,aku sudah mendapatkan tulisan anak-anak,kita ke perpustakaan sekarang “Ajak ku dengan berbisik kepada Hana

“Yuk, Jawab Hana

Tanpa pikir panjang kita kita ke perpustakaan dan mengambil meja yang sepi dan menjalankan rencana kemarin. Satu demi satu tulisan di kertas ujian itu kami bandingkan dengan secarik kertas milik Hana,Cukup lama kami melakukannya sekitar 30 menit,

“Aha.... Lin,ini lin tulisannya mirip sekali coba lihat,mirip gak menurut kamu ? kata

hana dengan girang sambil menunjukkan salah satu kertas ujian anak-anak

” Kayaknya mirip” jawabku

”Apa bener anak ini yang nulis secarik kertas ini ya”, Ujar Hana

“Kayakya ngak deeh menututku”Sanggkal ku

“Kok bisa, menurutmu gimana?”

“Ni Lihat aku juga menemukan tukisan yang mirip dengan kertas kamu”,Kusodorkan selembar kertas ujian tadi

“Iya ya , ini mirip juga “ tambah Hana sambil mengamati 2 kertas ujian itu

“Ya udah , mending sekarang jangan ngambil kesimpulan dulu , sebaiknya kita selesaikan misi percarian yang tulisan ini, siapa lagi ada yang mirip lagi “

Hana hanya mengangguk,kami pum terus menelusuri kertas ujian tadi,hingga kertas terakhir kami menemukan tulisan satu lagi yang hampir sama, dan semua kertas yang di temukan kepunyaan anak putri semua

“Lin, Kita punya tiga orang yang perlu kita selidiki,jika mengacu pada kemiripan tulisan ini, tulsannya Clara, Shinta dan Leni“

“Gimana tindakan kiata selanjutnya?” tanya Hana

Kengerutkan kening sambil memikirkan sesuatu

“Gimana kalo mulai sekarang aja kita tanyaiin langsung pada mereka bertiga “. Sahut Hana

“Maksudmu ......?”.Tanyaku agak terkejut

“Gini Lin, jangan kaget dulu,maksudku kita tanyain saja salah satu arti kata-kata yang ditulis di kertas kecil ini, Dia sering menuliskan kalimat-kalimat yang mengandung istilah-istilah yang tidak semua orang tahu,tapi kamu yang harus melakukannya,jadi mereka tidak curiga “ ujar Hana

“Bagus juga idemu,trus kata apa yang harus aku tanyakan pada mereka?”

Hana membisikkan,sebuah kata ketelingaku

“Gimana,Kamu tahukan arti kata tadi?” tanya hanya sambil meyakinkanku

“Aduh Lin, itu bahasa apa,aku kok gak pernah dengar “

“Masa gak ngerti,itukan sudah familier banget”

“Iya ,familier bagi kamu,tapi aku kan gak pernah dengar”

”Jangan cemberut,sini tak kasih tahu”

Hana medekatkan mulutnya ketelingaku dan mulai berbisaik lagi

”Nah, Itulah kata-kata yang perlu kamu tanyakan pada mereka ya, udah pahamkan maksudku”

”Ya, Han Kita kekelas aja,sekarang sambil membagikan hasil ujian pada temen-temen”

”Oke ,....”

Kamipun meninggalkan,perpustakaan dengan menbawa catatan kecil dan harapan semoga bisa menemukan teman misterius Hana,

Suasana kelas masih seperti tadi ,agak berisik dan bising,semuanya cerita sendiri dengan temen masing-masing, terdengar seperti tawon

”Hai ,Lin apa yang di sampikan Bu Ana pada mu”, tanya sesorang dari meraka .

” Tadi Bu Ana memberikan hasil ujian ini pada ku”jawabku

“Coba lihat” seketika temen-temen leri kearahku dan mencoba mengambil kertas ujuan ini

“Aduh...., semuanya tenang dan duduk di tempat masing-masing, aku akan membagikannya sekarang, tapi jangan keroyokan kayak gini” Ujarku

“Iya-Iya”,mereka bergegas menuju bangku masing-masing dan aku mulai memanggil nama temen-temen satu persatu dan membagikan kertas ujiannya .

“Huh.. Selesai juga bagikannya”,tapi masih ada satu kertas ujian di tanganku hari ini pemiliknya tidak masuk, Aku menarik nafas panjang sambil menyandarkan tubuh ini kekursi

“Iya, Aku harus menanyakan sesuatu pada ketiga anak tadi “. Bisikku dalam hati

Aku menghampiri Clara yang duduk di tepat bepan muja guru

“Hallo Ra...,Gimana Hasil ujianya,puas gak”, Tanyaku Basa-Basi

“Ya ,Cukup memuaskan,punyakamu gimana?”Jawab Clara

“Lumayan ,juga gak jelek-jelek amat”

“Clara,aku lihat kamu pantai dalam istilah-istilah,boleh tanya sedikit gak?”

“Wah ceritanya Ngetes Nih “

“Ngak,cuma pingin tanya aja “

“Kalo,aku bisa bantu boleh”

“Kamu tahu arti kata “Kawakib”?.Tanyaku pelan

“Kawakib, bahasa mana tuh”Jawab Clara

“Tahu gak?”.Tanyaku penasaran

Clara menggelengkan kepada

“Kamu gak tahu?”. Kalo kata Nisa’ kahu gak?

“Kalo nisa’ aku tahu artinya perempuan,tapi kawakib kayaknya belum dengar”

“Gini aja pertanyaan mu tidak aku jawab sekarang, kayaknya itu bahasa arab, coba tak carikan dulu di kamus,gimana kalo besuk”,Ujar Clara

“O... gitu,”

“Sory ya,besuk masih gak telatkan jawabannya “

“gak apa-apa,Ngak buru-buru amat kok “

“ Ya udah thank ya,aku balik dulu”.

Aku kembali ke bangku,dan menghampiri Hana yang masih mengamati kertas ujiannya ,lalu kuceritakan perbincanganku dengan Clara tadi,

“Jadi kesimpulannya menurut kamu gimana Rin?”

“Kalo aku sih sederhana saja, dia gak tahukan?,berarti bukan dia orangnya “

“Secepat itukah kamu ,menyimpulkan?” tanya Hana

“Gak gitu,aku yang berbincang langsung dengan Clara, aku lihat dia gak menyembunyikan apapun, kelihatan kan kalo dia tahu tapi bilang gak tahu?”

“ Oo...., iya,berarti Clara sudah lebas dari penyelidikan kita,Rin kita masih 2 nama yang perlu kita selidiki lagi “

“Ya,Shinta dan Leni “

“Kayaknya Leni hari ini gak masuk deh “ ujarku

“Kanapa?”.Tanya Hana

“Disuratnya sih izin ke rumah sakit,ada saaudaranya yang sakit

“Ooo..., ya udah sekarang ke Sintha aja dulu tanyain yang perlu ditanyakan, kamu udah tahu kan?”

“Oke bosss”

Aku bergegas menghampiri Sinta yang kebetulan duduk sendirian di depan kelas, aku mulai berbincang-bincang dengan dia,menanyakan kata yang sama seperti yang aku tanyakan pada Clara, ternyata Sinta bisa menjawab nya, kemudian aku tanya lagi kata yang dari Hana dia juga bisa menjawab,

“Wah,.....dia tahu semua, mungkin kah sinta orangnya?”.Tanyaku dalam hati

“Linda, Ayo istilah apa lagi yang ingin kamu tanyain,mungkin bisa bantu lagi”

“Mungkin sementara,cukup lain kali bantu ak lagi ya?”

“saya usahakan” Jawab Shinta

“Ya, udah aku balik dulu yan,thanks”

Kembali aku ke tempat duduk Hana dan berduskusi dengan dia

“Gimana menurut kamu Han,apakah dia orangnya?”tanyaku

“Sebaiknya jangan ambil kesimpulan dulu kita jalankan dulu langkah kita selanjutnya” Ujar Hana

“Maksudmu?”.Tanyaku lagi

“ Tadi malam aku sudah menulis sesuatu,nanti waktu pulang aku akan menaruh surat ini di bangku, nanti kita amati siapa yang ngambil kertas ini apakah si Shinta atau orang lain,besuk pasti dia memberiku balasan,melalui itu juga bisa kita amati siapa yang naruh kertas,gimana?”.Penjelasan Hana

“Boleh, berarti kita nanti pulang telat dong,dan besuk harus pagi-pagi berangkatnya”keluhku

“Mau gak, kalo gak biar aku lakukan sendiri “

“Iya-iya”

Sepulang sekolah kami pun menjalankan rencana,kami mengamati satu persatu yang lewat bangku Hana,dan di dalam base camp PMR yang kebetulan letaknya bersebalahan dengan kelas kami dari situ kami mengawasi siapa anak yang pulang paling akhir.

Setelah merasa sudah tidak ada orang lagi di kelas kami kembali masuk kelas dam memeriksa bangku Hana, ya memang kertas yang ditaruh Hana tadi sudah tidak ada,berarti sudah diambil seseorang dan berarti juga Leni bukan anak yang kami curigai, soalnya ia hari ini dia tidak masuk,tapi kami masih siapa yang mengambil kertas di bangku Hana,

“Shinta, mungkin dia,” Ujar Hana

“Tapi dia kan gak pulang paling belakang “.Sanggahku

“Namun, mungkin juga lho,kan gak harus pulang paling belakang untuk ngambil kertas di bangkuku, selagi gak ada orang yang melihat bisa saja diambil”

“Bisa juga,untuk meyakinkan saja,gimana kalo besuk,katamu pasti temenmu itu balas suratkamu,kita tetap mengamati dia,jika memeng benar dia anaknya,nanti kita akan tahu,lagian kita cuma fokus pada shinta,untuk leni udah jelaskan gak kita amati lagi ”.

“ Ya, besuk kita berangkat pagi-pagi,ingat jangan sampe kesiangan” .Ujar Hana

@@@

Hari ini aku berangkat pagi-pagi benar,Hana tak kelihatan batang hidungnya juga, dari ruang PMR aku amati satu persatu temen-temen datang dan masuk kelas.Shinta pun belum kelihatan,waktu berjalan menit-kemenit, yang di tunggu belum juga kelihatan,tampak Hana dari pintu gerbang berjalan tergesa-gesa. pasti dia kesiangan,

“Sory,Lin.aku telat ada masalah dengan sepada aku” kata Hana sambil menutup pintu bascamp

“Ya, gak apa-apa”jawabku

“Trus gimana, Shinta sudah datang?”

“Kelihatnanya belum,padahal 5 menit lagi bel masuk berbunyi,heran apa gak masuk ya” Ujarku

“Aduh, kalo benar tertuda lagi dong”

“Udah,gak masalah kita masih banyak kesempatan,lebih baik kita masuk saja,kekelas bel sudah berbunyi tuh “

Kami bergegas ke ruang kelas, sudah banyak anak-anak di sana, walaupun sudah gak ada pelajaran namun mareka tetap masuk, jaga-jaga kalo ada pengumuman penting

“Lin, Aku menemukan kertas itu di bangku ini” Bisik Hana

“Ha..., tapi Shinta belum datang” jawabku kaget

“Lalu siapa, sebenarnya temen kami Han?” aku gak ada ide lagi

Di tengah keterkejutan kami,Shinta muncul dari balik, pintu

“Tu, tersangka kita yang satu sadah datang,Ah...,semua perkiraan kita salah ”. Keluhku

“Aku jengkel juga sebenarnya,tapi gak apa-apa sebagai gantinya kita akan baca sama-sam apa isi kertas ini”.

Hana menunjukkan kertas yang warna dan lipatannya sama seperti yang ditunjukkannya bebarapa waktu yang lalu, lalu kami membacanya sama-sama.

Bismillah……………

Salam kangen,

Sahabatku yang semakin ceria aja …..

Alhamdullilah ni’mat-Nya masih di berikan kepada kita dan kita masih di berikesempatan untuk berkomunikasi,

Trima kasih sebelumnya, kamu masih mau berjabat tangan dengan mengirimkan sebuah kata yang membuat ukhuwah kita menjadi erat, tapi maaf aku belum bisa menjawab pertanyaanmu mengenai diriku, tapi nggak mengurangi silaturahim kitakan (please....)

O ya, kemarin tulisanmu sudah kubaca , tarima kasih aaas artikelnya, (thanks buanget..............)

Lin mungkin ini tulisan aku yang terakhir, karena mulai hari ini dan liburan minggu dapan aku akan berkunjung ke rumah saudaraku di Kalimantan,

Insya Allah kita akan bertemu 2 minggu lagi, selamat menanti raport dan liburan,jaga diri baik-baik ya...(kaya’ anak kecil aja ya, masih di cereweti.. he.. he..)

Sampai jumpa 2 minggu lagi ya..

Thanks before

See you

”Ya Allah sampaikan salam rinduku pada saudariku, biarkan angin kabahagiaan menerpa hari-harunya, tetesi jiwanya dengan hujan keikhlasan, semoga keselamatan dan kesehatan menaungi hidupnya ”. Amin.

Salam perjuangan

Nisa’

@@@

”Lin siapa yang gak masuk hari” tanya Hana .

”Kita lihat aja di buku absen” jawabku.

”Kalo hari ini dia nggak masuk, kok kertasnya ada di sini ya?”.

”Nggak tahu nih, ya udah kita lihat aja buku absensinya.

Kami pun langsung mengambil buka absensi di meja guru.

”Hah..., ada 5 orang yang nggak masuk hari ini, kita cari surai izinnya”.

Belum selesai kami mencarinya, wali kelas kami masuk ke kelas dan kami pun kembali kebangku masing-masing.

”Selamat siang anak-anak, bagaimana kabarnya hari ini?”.

”Baik pak” jawab kami serempak.

”Sebelumnya bapak minta maaf karena membuat kalian terkejut, 5 menit yang lalu dapat kabar bahwa salah satu dari teman kalian ada yang mengalami kecelakaan, tepatnya di daerah Bungurasih. Akibat kejadian tersebut telah merenggut nyawa Dina. Sebelum berangkat pagi tadi dia mampir ke sekolah menemui saya minta izin tidak masuk selama 2 minggu karena akan ke rumah saudaaranya di Kalimantan”.

”Haah.... berarti itu kawannya Hana” bisikku pelan.

Aku menoleh ke arah Hana, aku terkejut dia sudah tidak sadarkan diri lagi....***